Kamis, 28 April 2016

BAGIAN III TULEHU BRASILNYA INDONESIA

TULEHU BRASIL – NYA INDONESIA
Sepak bola telah menjadi salah satu olahraga rakyat yang sangat popular di indonesia bahkan di dunia, karena sepak bola merupakan sarana yang amat penting utnuk menunjang pembangunan bangsa baik di bidang fisik, mental maupun spritual. Sepak bola adalat alat pemersatu bangsa. Sepak bola adalah wahana belajar tentang kehidupan (akan nilai-nilai disiplin, fairplay dan respect) bagi semua orang.
Desa Tulehu, Maluku Tengah, Kecamatan Salahutu, Provinsi Maluku ini dikenal Negeri gila bola. Di desa ini lahir banyak pesepak bola berbakat yang meghiasi pentas kompetisi sepak bola Tanah Air dan juga Timnas Indonesia. Tulehu merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Letaknya 25 km sebelah Timur laut kota Ambon.
Tulehu merupakan salah satu desa adat atau biasa disebut negeri yang terdapat di Maluku. Sebagai sebuah negeri, Tulehu dipimpin oleh seorang Raja yang dijabat turun-temurun. Dalam memimpin Negeri Adat, seorang Raja dibantu oleh Saniri (Badan Permusyawaratan Desa) Negeri adat sendiri terbentuk dari gabungan Rumatau atau keluarga yang saling berdampingan dalm suatu kampung.
Tulehu, Negeri di timur Pulau Ambon. Di sana, setiap anak lelaki dilahirkan sebagai pemain sepakbola. Sejak usia dini, anak-anak sudah punya kostum pemain favorit, sepatu bermerek, dan bola standar. Mereka punya cita-cita tinggi, menjadi pemain nasional, mengikuti jejak kakak, paman, ayah bahkan kakek. Dalam kancah sepakbola Indonesia, bintang-bintang Tulehu bertaburan di semua level. Saat ini saja, ada lebih 50 pemain asal Tulehu di klub-klub Tanah Air. Jika seluruh pemain itu pulang kampung, bisa didapat empat kesebelasan tangguh dari tanah rantau.
Ada Sebuah tradisi unik dilakukan pesepak bola asal Tulehu di Hari Raya Idul Fitri. Mereka ramai-ramai mudik ke kampung halamannya untuk tampil di Lapangan Kebanggaan Mereka “Lapangan Matawaru”. Para pemain bola yang merantau di daerah lain akan mudik ke Tulehu. Tetapi bukan hanya untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara, melainkan juga untuk mengikuti turnamen sepakbola. Turnamen yang diadakan tiap Lebaran ini tentu saja menyedot perhatian penduduk desa Tulehu. Selain karena yang bertanding adalah para pemain nasional bahkan tim nasional, juga karena mereka masih punya hubungan kekerabatan dengan para pemain tersebut.
Tradisi ini sudah berjalan bertahun-tahun, turun-temurun lintas generasi pemain. Di Lebaran 2015 turnamen sepak bola Tulehu terasa berwarna dengan kehadiran sejumlah Pesepak Bola.
Diego Michiels (Mitra Kukar), Jajang Mulyana (Mitra Kukar), dan Vennard Hutabarat (mantan kapten Timnas Futsal Indonesia) bergabung dengan pemain-pemain asal Tulehu dan seantero Maluku untuk menghibur masyarakat setempat. Pemilik klub ISL, Nabil Husain juga terlibat di turnamen ini.




Atas (dari kiri ke kanan) : Rizky Sanjaya Pellu, Jajang Mulyana (Mitra Kukar), Ahmad Lestaluhu, Hasim Kipuw, Rizal Lestaluhu, Jufri Saimima.
Bawah (dari Kiri ke kanan) : Ricky Ohorella, Hendra Bayauw,Vennard Hutabarat (mantan kapten Timnas Futsal Indonesia),Alwi Slamet,Saiful Lewenusa.
Kehadiran bintang-bintang top mengundang antusiasme warga, lapangan selalu penuh dibanjiri penonton. Ikatan kekeluargaan di kampung kami amat erat. Masyarakat yang haus hiburan berduyun-duyun memadati area lapangan tempat para pemain beraksi. Ada rasa bangga melihat putra-putra kampung halaman yang sudah sukses meretas karier profesional  beraksi di hadapan mereka, ujar Imran Nahumarury, mantan bintang Persija Jakarta yang gantung sepatu kini aktif melatih SSB ASIOP Jakarta
Bukan besaran hadiah yang diburu para pesepak bola top. Momen bertanding dipakai untuk bersilaturahmi sesama putra daerah perantauan. "Bakat saya ditempa di lapangan kelas kampung Tulehu bersama teman-teman lainnya. Momen-momen penuh kenangan kami lalui di sini. Saat sukses saya tidak mau melupakan akar sejarah," ujar Ramdani Lestaluhu.
Meski hanya ekshibisi, para pemain mempertontonkan kemampuan terbaiknya . Baik yang tua maupun yang muda. Bagi para pemain itu, bertanding pada hari Lebaran sudah menjadi semacam tradisi. ”Ini adalah wujud penghormatan saya pada kampung halaman tempat saya tumbuh dan dibesarkan. Kalau pulang kampung tapi tidak main, malah rasanya tidak lengkap, Ia menambahkan, pertandingan tersebut menjadi momen yang langka. Sebab, itu adalah waktu kala mereka bisa berkumpul dan bermain bersama. Saat itu mereka juga bisa berbagi teknik dan informasi soal sepak bola antar sesama pemain asal Tulehu di perantauan. Turnamen ini juga dijadikan ajang membagi ilmu kepada para junior mereka yang masih di kampung halaman.
Tulehu dikenal sebagai desa sepak bola. Desa yang terletak 25 kilometer sebelah utara Kota Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, itu kerap dijuluki Brasil-nya Indonesia. Pasalnya dari desa di Kecamatan Salahutu tersebut, muncul banyak pemain tenar. Bakat-bakat baru tak pernah kering. Bisa dibilang sepak bola adalah kultur yang tidak bisa dipisahkan dari penduduk desa tersebut. Merunut pada akar sejarah, warga Tulehu mengenal sepak bola sejak 1940-an, kala para pelaut desa itu yang pernah merantau ke Singapura dan Amerika Serikat (AS) pulang kembali ke tanah kelahiran mereka.
Berikut Tim-tim Asal Tulehu yang sudah melahirkan pemain – pemain tangguh yang berlagak di kanca nasional bahkan Internasional tersebut antara lain: Tulehu All-Star, Tulehu Putra, Akademi Tulehu Putra, Maehanu Tulehu, Persenal Tulehu, dan Nusaina FC. Negeri berpenduduk lebih 30 ribu jiwa itu, Ratusan pemain pemula bernaung di sini. Mereka diasuh para mantan pemain yang dulu merantau dan kini pulang kampung.
Pada hari rabu, 18 Februari 2015 Ketua Umum PSSI pada saat itu, Djohar Arifin Husin meresmikan Tulehu sebagai Kampung Sepakbola”. Peresmian dilakukan  dengan penarikan tirai yang menutupi tugu selamat datang desa dan Penandatangani Prasasti. Tugu yang dibagian atasnya dimahkotai Bola, dan dibawahnya dituliskan kalimat, "Selamat Datang di Kampung Sepak Bola Tulehu". Tugu ini berdekatan dengan Tugu Peluru yang di bangun untuk mengenang Alm. Brigjen TNI Anumerta Slamet Riyadi. Acara tersebut ikut disaksikan oleh para orangtua pemain bola asal Tulehu yang berkiprah di Liga Indonesia
Bukan tanpa alasan Tulehu diberi predikat sebagai Kampung Sepak Bola. Beberapa nama besar telah lahir dari desa yang berpenduduk mayoritas muslim ini. Sebut saja Imran Nahumarury yang sekarang menjadi expert di ESPN FC Indonesia,
Tanah Tulehu ibukota Kecamatan Salahutu memiliki kontribusi besar bagi Persepakbolaan Indonesia. Dari sanalah pernah lahir pemain – pemain handal seperti : Alm Ibrahim Lestaluhu, Mustafa Umarella, Mohtadi Lestaluhu, Abdul Nurul Lestaluhu, Khairil Anwar Ohorella, Imran Nahumarury, Dedy Umarella, Rahel Tuasalamony, Dulsan Lestaluhu, Basri Lohy, Saiful Lewenusa, Ramdani Lestaluhu, Hasym Kipuw, Rizki Pellu, Alfin Tuasalamony, Ricky Ohorella, Hendra Bayau, M. Abduh Lestaluhu, Sedek Sanaky, A. Rahman Lestaluhu, Saiful Bahri Ohorella, Achba Lestaluhu, Asrul Reza, Al Qomar Tehupelasury, Irfendi Alzubeidy, Salim Ohorella, Akbar Marasabessy, Riskandi Lestaluhu, Pandi Ahmad Lestaluhu, Zidan Pattiha, Alwi Slamet, M. Rifad Marasabessy, Aimar Ohorella, Ali Nahumarury, Safril Lestaluhu dan masih banyak lagi pemain, Semuanya pernah berkostum merah putih.


         

Tugu Kampung Sepak Bola di Negeri Tulehu yang diresmikan oleh Prof.DR. Ir. Djohar Arifin Husin Ketua Umum Asosiasi PSSI .
Bakat-bakat yang ada di Tulehu bukanlah diwarisi  melalui gen, melainkan lewat tradisi dan hasrat yang besar akan permainan paling populer di jagat ini. Anak-anak kecil di Tulehu saat bayi sudah sering di gendong orangtuanya untuk menonton sepakbola di pinggir lapangan. Bahkan pada saat upacara aqiqahan anak laki-laki di Tulehu, warga harus melengkapinya dengan rumput dari lapangan Matawaru. Tidak mengherankan bila perlengkapan bermain bola seperti sepatu bola dan bola itu sendiri menjadi benda wajib yang harus ada di tiap rumah.

Ini proses bayi Laki-laki saat akikah di negeri Tulehu yang disertai dengan Rumput Lapangan Matawaru

Lapangan Matawaru ialah satu dari tiga lapangan sepakbola yang terdapat di Tulehu. Di lapangan Matawaru ini, tiap pagi dan sore selalu ramai dengan orang-orang yang bermain bola, baik muda maupun tua. Dua lapangan lain yang ada di desa ini ialah lapangan Darusalam dan Lapangan Hurnala.
Tulehu dikenal sebagai Desa Sepak Bola atau “Kampung Sepak Bola”. Desa yang terletak sebelah utara kota ambon ibukota Provinsi Maluku, itu kerap dijuluki Brasil – nya Indonesia. Pasalnya dari desa ini di kecamatan salahutu tersebut, muncul banyak pemain – pemain nasional, bakat – bakat baru tak pernah kering. Bisa dibilang sepak bola adalah kultur yang tidak bisa dipisahkan dengan penduduk tulehu.
Tulehu amat identik dengan sepakbola. Penduduknya adalah stakeholder paling fanatik. Fanatisme dan kultur sepakbola tercermin dalam hidup hari-hari. Bila malam di laut, kaum bapak memancing sambil membicarakan sepakbola. Di pasar, ibu-ibu menjual ikan sambil berkisah tentang anaknya yang masuk tim inti sebuah klub di tanah Jawa. Di kantor-kantor, kampus, sekolah, para PNS, guru, dosen dan pelajar juga omong sepakbola. Gadis-gadis Tulehu tak ketinggalan terlibat obrolan hangat tentang kekasihnya pemain handal di lapangan hijau.

Lapangan Matawaru di dekat pantai Tulehu, tak pernah sepi. Bola selalu disepak, pagi maupun petang. Anak-anak dan para muda selalu melakoni 'ritual' sepakbola seperti sebuah ibadah. Kostum warna-warni mewakili seluruh simbol sepakbola nasional dan mancanegara, dipamerkan secara tak sengaja di sini.
Ketika berada dalam pertandingan, para pemain selalu mempertontonkan permainan penuh pesona. Stamina tak pernah lelah, kecepatan berlari bagai kijang, skill individual nan atraktif, semua itu selalu mengundang decak kagum penonton. Jika gol tercipta, sang pahlawan akan berlari ke sisi lapangan. Di sana ia memberi hormat kepada penonton sambil memperagakan gerak tubuh mirip tarian Samba. Keindahan ini membuat media lokal di Ambon menjuluki Tulehu sebagai Brasil van Ambon.



Penjabat Kepala Pemerintah Negeri Tulehu Ali Baba Tawainella bersama dengan Djohar Arifin Husin selaku Ketua Umum Asosiasi PSSI disambut oleh tarian khas Negeri Tulehu “Tarian Sahumena”

Djohar Arifin di dampingi Direktur Teknik PSSI Pieter Huistra asal Belanda, Budi Setiawan (Direktur Member Development), Sofyan Lestaluhu (Komite Adhoc), Yopi Riuh (Football Development) memantau pemain – pemain usia muda potensial. Kunjungan ke Provinsi Maluku pada tanggal 18 February 2015, Djohar secara khusus datang untuk memberikan Apresiasi terhadap masyarakat Tulehu yang sangat mencintai Sepak Bola. Tokoh masyarakat adat dan pemerintah meminta Djohar umtuk meresmikan desa tulehu menjadi yang kampung sepak bola di tandai peresmian tugu dan menandatangani Prasasti seperti biasanya jika ke daerah. Djohar menyempatkan waktu untuk bertemu dengan orang tua pemain Timnas untuk menyampaikan terima kasih dan memberikan penghargaan. Djohar mengakui, Tulehu telah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan dunia sepak bola indonesia sejak dahulu dari tahun ke tahun, banyak pemain asal Tulehu yang membela Timnas Garuda dan merumput di tim-tim ternama di indonesia. Mereka juga bermain mengharumkan nama indonesia di ajang internasional. Sepak bola indonesia tidak terlepas dari kontribusi para pemain – pemain asal Negeri Tulehu Negeri Berkah.


 

Djohar Arifin Husin (Ketua Umum Asosiasi PSSI) Di dampingi Ali Baba Tawainella.SE (Penjabat Pemerintah Negeri Tulehu) dan Muhammad Umarella,SE.M.AP (Ketua Saniri Negeri Tulehu) saat menandatangani Prsasati Tugu “Kampung Sepak Bola”

Di film “Cahaya Dari Timur” tergambar jelas kalau sepak bola di tulehu menjadi ajang yang menyatukan warga maluku yang pernah terbelah karena konflik SARA  Bisa dibilang Tulehu mulai dikenal luas saat kisah tentang desa ini di angkat ke layar lebar oleh Sutradara Angga Dwimas Sasongko dan Glenn Fredly yang tergabung sebagai co-producer. Ide ceritanya sendiri didapat saat sang sutradara datang ke Maluku dan minta di antar oleh tukang ojek. Bukan suatu kebetulan bila tukang ojek tersebut adalah Sani Tawainella, tokoh yang cerita hidupnya dijadikan cerita utama film ini. Sani Tawainella merupakan mantan pemain bola yang pernah memperkuat timnas Indonesia U-15 pada piala pelajar Asia tahun 1996 di Brunei Darussalam. Namun ia gagal menjadi pemain profesional setelah sebelumnya gagal dalam seleksi PSSI Baretti. Sani akhirnya memutuskan pulang ke Maluku dan menjadi tukang ojek.
Pada 1999 pecah kerusuhan di Ambon. Kerusuhan yang berbau sentimen agama ini juga mencapai Tulehu. Untuk mencegah anak-anak terlibat kerusuhan, Sani mengajak mereka berlatih sepakbola di lapangan Matawaru. Sani tidak ingin anak-anak memiliki kenangan konflik dalam benak mereka. Awalnya apa yang dilakukan Sani ini mendapat cibiran dari masyarakat karena dianggap tidak berguna.
Sani kemudian membentuk SSB Tulehu Putra (Sekarang Akademi Tulehu Putra) bersama temannya, Rafi. Saat kerusuhan berangsur pulih, Tulehu Putra mengikuti turnamen John Mailoa Cup. Tapi Sani yang mulai jarang menemani anak didiknya berlatih karena harus mencari nafkah untuk anak istrinya dengan mengojek akhirnya keluar dari SSB Tulehu Putra dan bergabung dengan tim SMK Passo. Masuknya Sani ke tim SMK Passo ini juga sempat ditentang oleh pihak SMK Passo karena Sani seorang muslim sedangkan SMK Passo merupakan sekolah nasrani. Namun pihak sekolah akhirnya bisa diyakinkan oleh Josef Matulessy yang merupakan guru olahraga sekolah tersebut agar Sani bisa melatih di tim sekolah tersebut.




Generasi Emas asal Tim Akademi Tulehu Putra (SSB Tulehu Putra)
Dengan masuknya Sani ke tim Passo, dua anak didik Sani di Tulehu Putra membelot ke tim ini yaitu, Alfin Tuasalamony dan Salim Ohorella. Di final turnamen John Mailoa Cup, Tulehu Putra bertemu SMK Passo. Pertandingan tersebut akhirnya dimenangkan SSB Tulehu Putra dengan skor 1-0 dan keluar sebagai juara.
Dalam rangka digelarnya Piala Medco U-15, Sani ditunjuk sebagai pelatih. Pemain-pemain yang diambil pun berasal dari Tulehu Putra dan SMK Passo. Hal ini ditengarai PSSI Maluku telat menerima kabar dari PSSI Pusat tentang penyelenggaraan turnamen. Sani ditunjuk sebagai pelatih karena dianggap dekat dengan para pemain.



Para Pemain Film “Cahaya Dari Timur, Beta Maluku”
Pada turnamen yang digelar di Jakarta itu akhirnya tim dari Maluku keluar sebagai juara seusai mengalahkan tim Jakarta lewat babak adu pinalti. Para pemain yang bertanding untuk tim Maluku saat itu di antaranya berasal dari SSB Tulehu Putra : M. Kasim Tuasalamony (Penjaga Gawang),  Alfin Tuasalamony, Zamhari Lestaluhu, Risky Pellu, Salim Ohorella, Saiful Bahri Ohorella, Hendra Bayauw, Akbar Marasabessy,Sedek Sanaky, dan berasal dari SMK Passo : Fanky Fasamba dan Finky Fasamba.
Film yang berjudul Cahaya Dari Timur Beta Maluku ini cukup sukses. Meski hanya ditonton sekitar 250 ribu orang di bisokop, namun film ini berhasil meraih penghargaan Piala Citra untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik dan Film Terbaik pada penghargaan FFI 2014.
Selain Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, kisah tentang Tulehu jug pernah diangkat ke dalam sebuah novel yang berjudul Jalan Lain Ke Tulehu karya Zen RS. Zen RS sendiri dikenal sebagai penulis dan pemerhati sepakbola.
Ketua PSSI Maluku Dirk Soplanit menyatakan, Tulehu adalah penyelamat Maluku dalam keadaan darurat. Bila pemberitahuan jadwal kompetisi sepakbola nasional terlambat diterima, Pengda PSSI tak punya waktu menyeleksi pemain. Waktu yang mepet dan dana yang terbatas membuat pengda selalu mengambil kebijakan “penunjukan langsung”. Sebab Tulehu selalu siap, baik pemain junior maupun senior.



Buku “Jalan Lain Ke Tulehu” Karya Zen RS.
Ketenaran dan potensi sepakbola Tulehu, baru dilirik investor besar tahun ini. Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Nusa Ina Group di Seram Utara, membentuk klub semi profesional. Klub bernama Nusa Ina Football Club. Mereka dilatih para bekas pemain yang pernah berjaya di Tanah Jawa seperti Lutfy Lestaluhu, Abdul Ghafar Lestaluhu, Rivai Lestaluhu.

Sepakbola memang sudah mendarah daging di Tulehu. Ia bahkan menjadi semacam “sebuah tradisi”. Jika para pemain Tulehu sedang berjuang di tengah lapangan, tidak kalah serunya suasana di tribun. Di sana ada ayah, ibu, kakak, adik, kakek, nenek, atau istri dan anak duduk di bangku penonton. Sorak-sorai orang-orang tercinta turut memacu adrenalin pemain di lapangan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar